Kota Bekasi, DemokrasiNews.com - Kasus nenek renta versus oknum ketua Rukun Warga (RW) 07 komplek perum SBS, terus bergulir. Berawal pada pertengahan Januari tepatnya (14 /01) ketika suatu pagi nenek renta, SHS (61) melihat beberapa orang di pagar sebelah rumahnya sedang membersihkan areal pinggir jalan, kemudian sang nenek (SHS) bertanya kepada mereka, "kalian sedang melakukan apa?" Lalu dijawab oleh seseorang dari mereka di lokasi tersebut akan didirikan Pos Satuan Pengamanan (Satpam), karena nenek (SHS) merasa tidak pernah memperoleh pemberitahuan tertulis dari pihak RW. Sang nenek meminta pekerjaan tersebut dihentikan.
Akan tetapi saat itu, nenek (SHS) juga mendapat tindakan dan perilaku tidak menyenangkan (dibentak dengan kasar dan tidak sopan) dari seseorang diantara mereka (diduga ketua RT 02 / RW 07 Komplek SBS).Kemudian berlanjut pada rapat resmi pada, (16/01) di kantor RW 07, setelah menerima undangan resmi tertulis dari pihak RW 07. Nenek SHS didampingi dua putranya, WK (34) dan PB (30) hadir di rapat, tetapi selama rapat tersebut nenek SHS dan dua putranya terkesan dipaksa menyetuju lokasi pembangunan pos satpam tersebut.
Sempat didalam rapat tersebut, salah seorang putra nenek (SHS) minta diberikan salinan rencana denah ukuran pos tersebut untuk dipelajari. Namun ironisnya, permintaan tersebut ditolak dengan kasar oleh ketua RW 07 dan beberapa pengurus RW 07 lainnya. Sembari berkata, "Anda tidak perlu tahu rencana denah pos tersebut, anda harus setuju karena seluruh RT sudah setuju dan saya akan menggunakan 'Tangan Besi' untuk melaksanakan rencana pembangunannya," tegas oknum ketua RW 07 dengan nada memaksa, seperti disampaikan ulang oleh WK dan PB kepada para kuli tinta, Jum'at (12/02).
Karena merasa dipaksa maka, (WK) menyampaikan kepada ketua RW 07 dengan berkata, "Kami akan menempuh jalur hukum, jika kami dipaksa dan masalah ini tidak bisa diselesaikan secara kekeluargaan," ungkapnya. Disampaikan juga oleh (PB) di rapat bahwa sudah lama direncanakan di lokasi tersebut akan segera dibangun pagar garasi baru menggantikan pagar garasi lama yang sudah tidak layak dan tidak aman serta menyusahkan nenek (SHS) untuk mengoperasikannya. Karena pos tersebut otomatis menutup akses jalan masuk garasi. Rapat di kantor RW disudahi tanpa ada kesepakatan.
Kemudian pada, (18/01) pagi hari, nenek SHS melihat beberapa orang mulai melaksanakan pembangunan pos satpam di lokasi tersebut. Nenek (SHS) dan didampingi putranya (PB) menyampaikan protes kepada pengurus RW 07 yang pada saat itu berada di lokasi. Dan (PB) berusaha menghentikan pembangunan pos tersebut karena belum ada kesepakatan dengan dirinya (nenek SHS), tetapi seseorang berinisial (Z), diduga ketua keamanan RW 07 menanggapi dengan perbuatan tidak menyenangkan (membentak secara kasar dan memaki-maki) kepada nenek (SHS) dan putranya apa lacur pembangunan pos tersebut tetap dilaksanakan.
Pos Satpam ini rencananya akan dijadikan pos "One Gate" yang berlokasi di Jalan Ceremei Raya, Blok AB- 2 Nomor 6 Komplek Perum SBS RT 04 / RW 07 Harapan Jaya, Bekasi Utara dan proses pembangunan pos masih tetap berlanjut dikerjakan. Pada, Selasa (19/01) sang nenek bersama putranya (WK) berkunjung ke rumah ketua RW 07 yang bernama (MAD), diduga simpatisan PDIP kota bekasi serta dekat dengan walikota dan bupati kota bekasi, untuk kembali menyampaikan protes secara baik-baik dan meminta pembangunan pos dihentikan karena belum ada kesepakatan antara pihak RW dan Warga. Akan tetapi tidak ditanggapi (malah dimarahi dan diusir) dan pembangunan pos masih tetap dilanjutkan keesok harinya.
Karena merasa sudah sangat tertekan terhadap perbuatan oknum ketua RW 07 serta pernah memperoleh perbuatan tidak menyenangkan sebelumnya dari beberapa oknum pengurus RW dan protes yang disampaikan tidak pernah ditanggapi, maka nenek (SHS) mengirimkan surat protes tertulis yang disampaikan kepada Lurah Harapan Jaya (tgl. 29 Jan 2016) dan Camat Bekasi Utara (tgl. 01 Feb 2016) yang juga ditembuskan kepada ketua RT 04 terkait (Ibu Beti) serta Satpol PP dan Polsek Bekasi Utara, dengan penuh harap pejabat terkait berkenan memberikan keadilan yang sudah menjadi hak dari seorang nenek renta. Terlebih lagi untuk segera membongkar pos satpam tersebut yang dibangun dengan pemaksaan sepihak oleh pengurus RW 07. Lurah Harapan Jaya, Drs.Suryadi sempat berkunjung ke lokasi pos tersebut dan memerintahkan kepada RW 07 untuk segera menghentikan pembangunan pos tersebut. Namun tidak ditanggapi, pembangunan baru dihentikan sementara setelah utusan Camat Bekasi Utara berkunjung ke lokasi dan memerintahkan pembangunan dihentikan.
Walaupun pembangunan pos dihentikan sementara, Pada, Selasa (09/02) nenek (SHS) bertemu dengan Camat Bekasi Utara, H.Junaedi, SIP, M.Si dan Lurah Harapan Jaya, Drs.Suryadi di kantor kelurahan Telukpucung ketika sedang berlangsung Pra Musrembang yang juga dihadiri oleh beberapa awak media cetak maupun elektronik untuk menanyakan dan membahas masalah tersebut, dan pada waktu itu camat menjanjikan akan segera membongkar pos tersebut dan bangunan ilegal disekitarnya.
Setelah wartawan berkunjung ke lokasi pos tersebut, jelas lokasi pos satpam yang sedang dibangun dan mulai telah berdiri patut diduga telah melanggar PERDA Nomor 13 tentang RTRW tahun 2011 dan PERDA Nomor 11 tahun 2011 tentang K3 demikian juga beberapa bangunan warung ilegal yang didirikan disepanjang lokasi. Dan nenariknya berdasarkan info yang diperoleh dari warga sekitar, warung liar itu sudah diminta membayar iuran tidak resmi kepada pihak RW 07 secara berkala yang diduga menjadi obyekan pemasukan bagi para oknum RT/RW terkait.
Terdengar pula isu jika pos satpam ini telah berdiri dan sistem keamanan satu pintu diterapkan, setiap kendaraan tamu (mobil dan motor) yang berkunjung ke rumah dari warga RW 07 akan dikenakan pungutan tidak resmi dan ini tidak pernah ada di perumahan manapun, yang juga diduga akan menjadi obyekan pemasukan bagi oknum RW/RT terkait. Info menarik lainny yang diperoleh adalah mengenai spanduk pernyataan warga RW 07 mendukung pos "One Gate" tersebut dan baru terlihat pada tgl. 03 Feb 2016 yang seolah-olah bermaksud menggiring opini publik dan memojokan nenek (SHS) bahwa dia tidak setuju dengan sistem One Gate. Akan tetapi hal ini telah dibantah dengan keras oleh nenek (SHS) dan keluarganya saat bertemu Camat dan Lurah yang juga disaksikan oleh wartawan. Sang nenek menyatakan setuju dengan pos "One Gate" untuk alasan keamanan tetapi lokasi dimana pos satpam terkait akan dibangun yang dia tidak setuju karena merasa dipaksa oleh pengurus RW / RT terkait.
Hingga berita ini diturunkan, nenek (SHS) menyatakan dia belum pernah sekalipun menerima dokumen informasi tertulis dari RW / RT terkait mengenai rencana denah pembangunan dan ukuran pos tersebut serta merasa tertekan dan dipojokan oleh oknum ketua RW 07 dan para bawahannya. Pihak RW pun tidak mengindahkan Camat, dengan melakukan manuver mengumpulkan tanda tangan para RT untuk mendukung keinginanya.
Nenek (SHS) berharap melalui berita ini, banyak pejabat pemerintahaan yang berkenan membantu memperjuangkan hak dari sang nenek, sehingga dia memperoleh keadilan yang memang sudah menjadi haknya. serta nenek SHS tersebut terbebas dari rasa tertekan dan ancaman dalam bentuk apapun dari oknum pengurus RW 07 terkait, juga bangunan pos satpam yang belum selesai dibangun segera dibongkar dan dipindahkan lokasinya. (zk)
0 komentar:
Posting Komentar